Senin, 04 November 2013
Politik dan Bahasa
Politik
dan Bahasa
·
Besar kekuatan bahasa dalam kehidupan
politik
kekuatan bahasa dalam kehidupan politik sangat
besar, karena siapapun yang menguasai bahasa akan mempunyai kekuasaan. Bahasa
digunakan dalam bidang politik supaya membuat kesan yang dapat dipercaya baik
untuk politikus tersendiri maupun seluruh partai politik. Bahasa juga alat yang
paling penting untuk menyebarkan pesan politik kepada masyarakat. Bahasa bisa
mengubah cara yang orang-orang pikir. Lewat propaganda pemerintah atau media
massa yang menguasai pendapat umum, atau di sisi lain lewat bahasa perlawanan
digunakan aktivis-aktivis,
·
Alasan pemahaman bahasa sangat
dibutuhkan dalam politik
Pemahaman bahasa sangat
dibutuhkan dalam politik karena bahasa dapat digunakan sebagai alat dalam berpolitik,
alat yang bisa digunakan untuk menbujuk, memberitahu dan mencela. Hal ini
berkaitan dengan bagaimana pemerintah menyakinkan masyarakat tentang
kebijaksanaannya, dan juga bagaimana masyarakat menanggapi keputusan itu. Bahasa sangat penting dalam politik, sebagai
aspek yang kuat sekali, juga terbuka, bisa digunakan baik oleh orang yang
berkuasa maupun orang biasa yang melawannya. Alasan mengapa bahasa begitu kuat
pengaruhnya adalah karena bahasa bisa merubah pendapat orang. Bahasa bisa
digunakan untuk mendalangi masyarakat, terutama dalam bidang politik sebab
pidato atau argumen yang bagus bisa menyakinkan penduduk khalayak tentang
isu-isu penting.
·
Tokoh pemikir bahasa dan politik
-
Tokoh pemikir bahasa
·
Robin Dunbar, 1996 : “Language
evolved as an ultra-efficient means of distinguishing allies from enemies and
of rooming allies and potential allies”. (Bahasa berkembang sebagai ultra-efisien berarti sekutu membedakan dari musuh dan
sekutu sekamar dan
sekutu potensial.)
·
Jean-Louis Dessalles, 2000 : “We humans
speak because a fortuitous change profoundly modified the social organisation
of our ancestors. In order to survive and procreate they found themselves
needing to form coalitions of a considerable size. Language then appeared as a
means for individuals to display their value as members of a coalition”. (Kita manusia
berbicara karena perubahan kebetulan sangat dimodifikasi organisasi sosial
nenek moyang kita. Dalam rangka untuk bertahan hidup dan berkembang biak mereka
menemukan diri mereka perlu untuk membentuk koalisi dengan ukuran yang cukup
besar. Bahasa kemudian muncul sebagai sarana bagi individu untuk menampilkan
nilai mereka sebagai anggota koalisi).
·
Aristoteles, 1885: “Hence it is evident
that the state is a creation of nature, and that man is by nature a political
animal … Now, that man is more of a political animal than bees or any other
gregarious animals is evident. Nature, as we often say, makes nothing in vain,
and man is the only animal whom she has endowed with the gift of speech”. (Oleh karena itu
jelas bahwa negara adalah ciptaan alam, dan bahwa manusia adalah dengan sifat
binatang politik ... Sekarang, pria yang lebih dari hewan politik daripada
lebah atau hewan lainnya adalah suka hidup berkelompok jelas. Alam, seperti
yang kita sering mengatakan, tidak membuat sia-sia, dan manusia adalah
satu-satunya hewan yang ia telah dianugerahi dengan karunia berbicara).
·
John
E. Joseph, 2006 : “It is concerned with how we use language to organise our
social existence, at any level from the family up to that of the state, and
also with how this activity shapes the way we conceive of the language itself”.
(Hal ini berkaitan
dengan bagaimana
kita menggunakan bahasa untuk
mengatur keberadaan sosial kita,
pada setiap tingkat dari keluarga
sampai ke negara,
dan juga dengan bagaimana kegiatan ini
membentuk cara kita memahami bahasa itu sendiri).
-
Tokoh pemikir politik diantaranya : Aristoteles : Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama,
Adam Smith, Cicero, Friedrich Engels, Immanuel Kant, John Locke : Kekuasaan politik, menurut Locke, adalah suatu keadaan alamiah
(state of nature) yang di dalamnya terdapat hukum alam yang tidak lain adalah
hukum Tuhan yang mengatur keadaan alamiah, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max
Weber, Nicolo Machiavelli :
Tujuan utama berpolitik bagi penguasa adalah mengamankan kekuasaan yang ada
pada tangannya. Baginya, politik dan moralitas merupakan dua bidang yang
terpisah, dan tidak ada hubungan satu dengan yang lain. Dalam urusan politik,
tidak ada tempat membicarakan masalah moral. Hanya satu hal yang penting ialah
bagaimana meraih sukses dengan memegang kekuasaan. Kaidah etika politik
alternatif bagi Machiavelli adalah: tujuan berpolitik adalah memperkuat dan
memperluas kekuasaan, Rousseau,
Samuel P Hunrington, Thomas Hobbes : Politik, yang adalah
refleksi atas institusi-institusi social, Antonio Gramsci, Harold Crouch, Douglas E Ramage, Harold
Laswell : Politik menyangkut “who gets what, when, and how”, Miriam Budiardjo : Politik
adalah bermacam-macam kegiatan dari suatu sistem politik (negara) yg menyangkut
proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem indonesia dan melaksanakan
tujuan-tujuan itu.
·
Hubungan
antara bahasa dan politik
Bahasa merupakan salah
satu alat politik yang saling mempengaruhi. Bahasa digunakan untuk membuat
kesan baik pada satu kalangan politikus maupun partai politik. sebagai
seseorang yang terjun ke dunia politik, diharapkan bahasa yang baik dan benar
yang dipakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku karena sudah terlalu banyak
bahasa-bahasa yang tidak sesuai atau singkatan untuk mencari simpatisan.
Politik juga mempengaruhi bahasa karena banyak kata atau ungkapan baru yang
dikenalkan bidang politik dan ada suatu kata-kata yang artinya dirubah kata
digunakan pemerintah. Bahasa digunakan dalam bidang politik untuk banyak alasan
dan dalam bermacam-macam cara. Bahasa bisa digunakan baik orang dalam politik
atau luar struktur politik utama. Oleh karena itu, bahasa adalah terpenting
dalam politik yang diperoleh kebanyakan orang.
Sekuler,
sekularisasi, sekularisme
Jose Cassanova
Tulisan ini merupakan
review mengenai sekuler, sekularisasi, dan sekularisme menurut Jose Cassanova
dalam buku Rethinking Secularism. Berfikir
mengenai sekularisme mengharuskan kita mengingat perbedaan dasar antara
“sekuler’’ sebagai kategori epistemik yang modern, “sekularisasi” sebagai
konseptualisasi analitis proses sejarah dunia modern, dan “sekularisme” sebagai
pandangan dunia dan ideologi. Sekuler telah menjadi sentral modern kategori
teologis-filosofis, hukum-politik, dan budaya-antropologi untuk membangun,
menyusun, memahami, dan mengalami alam atau kenyataan dibedakan dari agama.
Sekularisasi biasanya
mengacu pada aktual atau dugaan empirik sejarah, pola transformasi, dan
membedakan agama dan sekuler ( negara, ekonomi, ilmu pengetahuan, seni,
hiburan, kesehatan, dan kesejahteraan, dan lain-lain) bidang kelembagaan dari
awal modern untuk masyarakat kontemporer. Dalam ilmu-ilmu sosial, terutama
dalam sosiologi, teori umum sekularisasi dikembangkan yang dikonseptualisasikan
pada pertama kali secara modern di Eropa dan kemudian kian mengglobal
transformasi sejarah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan manusia
dan sosial teleologis dan progresif umum dari primitif “sakral”, untuk modern “sekuler”.
Tesis dari penurunan dan privatisasi agama dalam dunia modern menjadi komponen
utama dari teori sekularisasi. Tesis sekularisasi mengarah pada keyakinan bahwa
ketika masyarakat berkembang, terutama melalui modernisasi dan rasionalisasi,
agama kehilangan kekuasaannya di semua aspek kehidupan sosial dan pemerintahan.
Sekularisme
mengacu secara lebih luas untuk berbagai macam pandangan dunia modern yang
sekuler dan ideologi yang mungkin secara sadar diadakan dan secara eksplisit
diuraikan dalam filsafat sejarah dan ideologi normatif proyek negara, dalam
proyek-proyek modernitas dan budaya program, atau sebaliknya. Hal itu dapat
dilihat sebagai rezim pengetahuan epistemik yang mungkin dimiliki atau diasumsikan
fenomenologis sebagai struktur normal diambil untuk diberikan pada kenyataan
modern. Selain itu, sekularisme yang modern juga datang dalam berbagai bentuk
sejarah, dalam hal model normatif yang berbeda pemisahan hukum konstitusional
negara sekuler dan agama, atau dalam istilah dari berbagai jenis perbedaan
kognitif antara ilmu pengetahuan, filsafat, dan teologi, atau dalam hal model
yang berbeda dari perbedaan praktis antara hukum, moralitas, dan agama, dan
sebagainya. Artinya Sekularisme dalam penggunaan masa kini secara garis besar
adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi harus berdiri terpisah
dari agama atau kepercayaan. Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama dan
kebebasan dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka yang
netral dalam masalah kepercayaan serta tidak menganakemaskan sebuah agama
tertentu.
a)
Sekuler
Sekuler sering dianggap
hal yang berlainan dengan agama. Pada zaman modern pengertian sekuler mencakup
keseluruhan realitas, dalam arti menggantikan agama. Sekuler telah datang dan
dirasakan sebagai relitas alami tanpa agama. Teori sekularisasi telah muncul
sebagai konsepsi jelas dari proses pembeda dan pembebasan sekuler dari agama,
dipahami sebagai proses dunia-historis yang universal, sementara pandangan
dunia sekuler berfungsi sebagai penjelasan pembenaran dari inversi paradoks
dalam hubungan dari agama dan sekuler, membenarkan tidak hanya keunggulan
sekuler atas agama tetapi juga menggantikan agama dengan sekuler.
Setiap diskusi tentang
sekuler harus dimulai dengan pengakuan bahwa hal itu muncul pertama sebagai
kategori teologis Kristen Barat yang tidak memiliki padanan dalam tradisi agama
lain atau bahkan dalam kekristenan Timur. Kata sekuler pada awalnya merupakan
bahasa latin yaitu saeculum yang
berarti waktu yang tidak terbatas. Tapi akhirnya, itu menjadi salah satu
istilah dari agama / sekuler, yang bertugas untuk menyusun realitas spasial dan
temporal seluruh Kristen abad pertengahan ke dalam sistem biner klasifikasi
memisahkan dua dunia, dunia religius-spiritual-sakral keselamatan dan dunia
sekuler-temporal-profan. Oleh karena perbedaan antara "agama" atau
pendeta, yang menarik diri dari dunia ke biara-biara untuk menjalani hidup
kesempurnaan Kristen, dan "sekuler" ulama, yang tinggal di dunia
bersama dengan kaum awam.
Dalam arti teologis
aslinya, untuk sekularisasi dimaksudkan untuk "membuat duniawi,"
untuk mengkonversi orang agama atau hal yang menjadi sekuler. Ini adalah makna
teologis asli Kristen istilah "sekularisasi" yang dapat berfungsi,
namun, sebagai metafora dasar proses sejarah sekularisasi Barat. Bahkan, proses
sejarah sekularisasi perlu dipahami sebagai reaksi khusus pada dualisme
penataan Kristen abad pertengahan, sebagai upaya untuk menjembatani,
menghilangkan, atau melampaui dualisme antara agama dan dunia sekuler. Untuk
tingkat tertentu, ini merupakan salah satu hasil akhir yang mungkin dari proses
sekularisasi, dari upaya untuk mengatasi dualisme antara agama dan sekuler,
dengan membebaskan diri dari komponen agama.
Dalam karya terbarunya A secular Age, Charles Taylor telah
mengkonstruksi proses dimana pengalaman fenomenologis tentang apa yang ia sebut
sebagai "immanent frame"
menjadi bentuk sebagai konstelasi yang saling perintah kosmis, sosial, dan
moral dibedakan modern. Ketiganya yaitu perintah-kosmik, sosial, dan
moral-dipahami sebagai perintah sekuler murni imanen, tanpa transendensi dan
berfungsi etsi Deus non daretur, yang
berarti "seolah-olah tuhan tidak akan ada.” Taylor ingin mengatakan bahwa
pengalaman hidup yang terjadi pada kita mempengaruhi keimanan kita.
Naturalisasi "ketidakpercayaan" atau "non-agama" sebagai
kondisi manusia normal dalam masyarakat modern sesuai dengan asumsi teori
dominan sekularisasi, yang telah mendalilkan penurunan progresif keyakinan dan
praktik keagamaan dengan meningkatnya modernisasi, sehingga semakin modern
suatu masyarakat maka akan semakin sekuler dan menjadi kurang religius.
Sekularisasi dalam arti
kedua istilah "sekuler," yang menjadi "tanpa agama," tidak
terjadi secara otomatis sebagai akibat dari proses modernisasi atau bahkan
sebagai hasil dari konstruksi sosial bingkai iman diri tertutup, namun perlu
dimediasi fenomenologis oleh beberapa pengalaman sejarah tertentu lainnya. Di
zaman sekarang ini kita mengenal istilah negara sekuler, yang berarti negara
netral dalam urusan beragama, negara membebaskan hak beragama pada setiap masyarakatnya.
Negara sekuler mencegah agama ikut campur dalam masalah pemerintahan, dan
mencegah agama menguasai pemerintah atau kekuatan politik.
b)
Sekularisasi
Dalam buku Public Religion in The Modern World, sekularisasi
terbagi menjadi tiga komponen atau sub tesis berbeda dan belum tentu saling
terkait, yaitu:
1. Teori
diferensiasi kelembagaan yang disebut bola sekuler, seperti negara, ekonomi,
dan ilmu pengetahuan, dari lembaga dan norma agama.
2. Teori
penurunan progresif keyakinan dan praktik keagamaan seiring tingkat modenisasi,
dan
3. Teori
privatisasi agama sebagai prasyarat politik sekuler dan demokrasi modern.
Di Eropa ketiga proses
atau sub tesis ini dapat dilihat sebagai komponen intrinsik terkait proses
teleologis umum tunggal sekularisasi dan modernisasi, bukan sebagai kontingen
perkembangan tertentu. Sedangkan di Amerika Serikat terjadi sebaliknya, proses
paradigma diferensiasi sekuler tidak disertai oleh proses penurunan agama atau
dengan kurungan agama ke ruang privat. Proses modernisasi dan demokratisasi
dalam masyarakat Amerika Serikat sering disertai dengan kebangunan rohani, dan
dinding pemisah antara gereja dan gereja, meskipun jauh lebih ketat dari yang
didirikan di sebagian besar masyarakat Eropa tidak berarti pemisahan agama dan
politik menjadi kaku.
Dua sub tesis teori
sekularisasi yaitu penurunan agama dan privatisasi agama, telah mengalami
banyak kritikan dan revisi dalam lima belas tahun terakhir, inti dari tesis,
yaitu pemahaman sekularisasi sebagai proses tunggal diferensiasi fungsional
dari berbagai bidang kelembagaan sekuler masyarakat modern dari agama, tetap relatif
tidak terbantahkan. Selain itu, ketimbang hanya melihat sekularisasi sebagai
suatu proses universal umum perkembangan manusia dan masyarakat yang berpuncak
pada modernitas sekuler, orang harus mulai dengan pengakuan bahwa istilah
"sekularisasi" berasal dari kategori teologis Kristen Barat yang
unik, yaitu saeculum tersebut.
Sekuler muncul pertama sebagai kategori teologis Kristen barat tertentu, yang
sangat berlawanan dengan agama di zaman modern ini.
Peter van der Veer
menekankan, pola sekularisasi Barat tidak dapat sepenuhnya dipahami jika
seseorang mengabaikan makna penting dari pertemuan kolonial dalam perkembangan
Eropa. Setiap pembahasan tentang sekularisasi sebagai proses global harus
dimulai dengan pengamatan refleksif bahwa salah satu tren global yang paling
penting adalah globalisasi kategori "agama" itu sendiri dan dari
klasifikasi biner realitas, "agama / sekuler,". Pertanyaan para ahli
agama mengenai sekularisasi mempertanyakan keabsahan agama pada saat yang sama
ketika realitas diskursif agama lebih luas dari sebelumnya dan telah megglobal.
Namun, memang pada kenyataannya orang-orang pada zaman modern sekarang ini
kurang religius dibandingkan dengan mereka di masa lalu. Agama sebagai realitas
diskursif, memang, sebagai kategori abstrak dan sebagai sistem klasifikasi
realitas, digunakan oleh individu modern serta oleh masyarakat modern di
seluruh dunia, oleh agama maupun oleh pemerintah sekuler , telah menjadi fakta
sosial global tak terbantahkan.
Perdebatan mengenai
batasan yang tepat antara agama dan sekuler masih terjadi. Beberapa paham
mengenai sekularisme beragam dan beberapa mengenai bentuk resistensi
fundamentalis agama kepada mereka yang sekuler. Sebagai contoh, Amerika,
Perancis, sekularisme Turki, India, dan China, untuk menyebutkan hanya beberapa
mode paradigmatik dan khas menggambar batas-batas antara agama dan sekuler,
tidak hanya mewakili pola yang sangat berbeda dari pemisahan negara sekuler dan
agama, tetapi juga model yang sangat berbeda dari peraturan negara dan
manajemen agama dan pluralisme agama dalam masyarakat. Setiap apa yang disebut
agama fundamentalis gerakan-Amerika Protestan, Yahudi, Islam, Hindu, dan
sebagainya selain internal plural dan beragam, merupakan respon tertentu dengan
cara-cara tertentu menggambar batas-batas antara agama dan sekuler.
Istilah fundamentalisme
dikenal pertama kali bersamaan dengan munculnya gerakan Kristen Protestan di
Amerika Serikaat pada awal abad ke duapuluh dalam usahanya melawan pengaruh
modernisasi (Jaenuri, 2004: 71). Untuk pertama kalinya, istilah fundamentalisme
muncul dalam The Shorter Oxford English
Dictionary pada 1923, setelah terbit duabelas risaah teologis yang berjudul
The Fundamentalis: Atestimony to the
truth (1905-1915), tulisan dalam risalah ini menggunakan pendekatan scientifull clerical dari ahli-ahli
teologi protestan terhadap studinya tentaang injil (Syarkun, Ghorara, 2004:
440).[1]
Menurut Abdurrahman
Wahid (1999) fundamentalisme merupakan pencarian prinsip-prinsip yang mengatur
kehidupan masyarakat yang sesuai dengan ajaran agama islam. Ini harus dibedakan
dari keinginan untuk mendasarkan kehidupan secara inspiratif dalam kehidupan bermasyarakat.
Dari ajaran-ajaran agama, dicari prinsip-prinsip pengaturan kehidupan
bermasyarakat. Pendirian yang inspiratif dari seseorang itulah yang disebut
sebagai pencarian prinsip-prinsip pengaturan hidup masyarakat dari agama yang
dipeluk seseorang. (Wahid, 1999: 48)[2]
Agama dan sekuler
saling dibentuk melalui perjuangan sosial politik dan politik budaya. Tidak
mengherankan, di mana-mana orang menemukan juga beragam resistensi upaya untuk
memaksakan setiap pola tertentu lainnya sekularisasi sebagai model, teleologis
yang universal Eropa.
Memang,
jika kita menemukan bahwa pola Eropa sekularisasi tidak hanya direplikasi baik
dalam "Kristen" Amerika Serikat atau Katolik Amerika Latin, apalagi
harus mengharapkan bahwa mereka akan secara sederhana direproduksi dalam
peradaban non-Barat lainnya. Sekularisasi menjadi sangat bermasalah setelah
dikonseptualisasikan dalam cara Eurocentric sebagai proses universal
pembangunan masyarakat manusia yang progresif dari "kepercayaan"
untuk "ketidakpercayaan" dan dari "agama" tradisional ke
modern "sekularitas" dan setelah itu kemudian ditransfer agama-agama
dunia lain dan daerah peradaban lain dengan dinamika yang sangat berbeda dari
strukturasi dari hubungan dan ketegangan antara agama dan dunia atau antara
transendensi dan imanensi kosmologis duniawi. Pola Eropa umumnya adalah salah
satu dari sekularisasi (yaitu, diferensiasi sekuler) dan "agama"
penurunan (yaitu, penurunan religiusitas gereja dan hilangnya kekuasaan dan
otoritas gerejawi). Tetapi pola Amerika adalah salah satu dari sekularisasi
dikombinasikan dengan pertumbuhan agama dan kebangunan rohani.
c) Sekularisme
Sekularisme
dapat merujuk untuk berbagai macam paandangan dunia modern dan ideologi
mengenai agama. Sekularisme juga mengacu pada proyek yang berbeda normatif
ideologis negara, serta kerangka hukum konstitusional yang berbeda dari
pemisahan negara dan agama dan model yang berbeda dari diferensiasi agama,
etika, moralitas, dan hukum. Perbedaan analitis antara sekularisme sebagai
doktrin kenegaraan dan sekularisme sebagai ideologi sangat diperlukan.
Dengan
sekularisme sebagai prinsip tata negara, kita dapat mengerti hanya beberapa
prinsip pemisahan antara otoritas agama dan politik, baik demi netralitas
negara vis-Ã -vis masing-masing dan
semua agama, atau demi melindungi kebebasan hati nurani setiap individu, atau
demi memfasilitasi akses yang sama bagi semua warga negara, agama serta
religius, partisipasi demokratis. Doktrin kenegaraan untuk menetapkan segala
substantif "teori," positif atau negatif, "agama.” Saat negara
memegang eksplisit konsepsi tertentu "agama," seseorang memasuki
ranah ideologi. Orang bisa berargumen bahwa sekularisme menjadi ideologi
mengenai agama. Ini adalah asumsi bahwa "agama," secara abstrak,
adalah hal yang memiliki esensi atau yang menghasilkan efek tertentu dan dapat
diprediksi merupakan karakteristik yang mendefinisikan sekularisme modern.
Amerika
serikat atau di sebagian besar masyarakat postcolonial non-barat, proses
modernisasi tampaknya tidak disertai dengan proses penurunan agama. Sebaliknya,
mereka bisa disertai dengan kebangkitan agama. Namun, sebenarnya Amerika
berbohong kepada lembaga survei, mereka membesar-besarkan religiusitas mereka,
mengaku pergi ke gereja lebih sering daripada yang sebenarnya mereka lakukan.
Sekularisasi modern telah bekerja di Amerika Serikat.
Menurut
ISSP survei opini publik tahun 1998, mayoritas orang Eropa, lebih dari
dua-pertiga dari penduduk di setiap negara Eropa Barat berpandangan bahwa agama
"tidak toleran." Karena orang tidak mungkin tegas mengakui
intoleransi mereka sendiri, seseorang dapat berasumsi bahwa mengungkapkan
pendapat seperti itu, Eropa berpikir untuk orang lain "agama" atau,
sebaliknya, menyajikan memori retrospektif selektif agama masa lalu mereka
sendiri, yang mereka menganggap diri mereka untungnya telah terlalu besar. Hal
ini bahkan lebih bermakna bahwa mayoritas penduduk di setiap negara Eropa
barat, dengan pengecualian yang signifikan dari Norwegia dan Swedia berpandangan
bahwa "agama menciptakan konflik."
sekularisme
sebagai norma demokrasi diduga preskriptif atau sebagai persyaratan
fungsionalis masyarakat dibedakan modern dan lebih pada analisis historis
komparatif kritis berbagai jenis sekularisme yang muncul dalam proses
pembentukan negara modern. Sebagai doktrin kenegaraan, setiap bentuk
sekularisme memerlukan dua prinsip, yang juga ditangkap oleh klausa ganda dari
Amandemen Pertama Konstitusi AS, yaitu, prinsip pemisahan (yaitu, "tidak
ada pembentukan") dan prinsip peraturan negara agama dalam masyarakat
(yaitu, "latihan bebas"). Ini adalah hubungan antara dua prinsip yang
menentukan bentuk khusus sekularisme dan afinitas dengan demokrasi.
Sekularisme
merupakan paham tertutup yang menganut dan memutlakkan nilai-nilai sekuler.
Mungkin secara singkat dapat dijelaskan bahwa sekuler merupakan pembebasan
manusia dari agama yang mengatur segalanya. Sekuler dibedakan menjadi sekularisasi
dan sekularisme. Berdasarkan cerita diatas, perdebatan mengenai sekuler ini
telah terjadi sejak lama. Dari mulai sejarahnya yang sekarang menghadapi masa
modern, dan perdebatan yang terjadi yang melatarbelakangi agama. Ketika
segalanya dapat diungkapkan dengan logika atau akal maka kepercayaan terhadap
agama atau sesuatu yang gaib akan berkurang. Namun, sampai saat ini masih ada
beberapa hal yang belum dapat diungkapkan hanya dengan akal saja.
Daftar Pustaka
Casanova,
Jose. The Secular, Secularization,
Secularism, dalam Calhoun, Craig, Mark Juergensmeyer, dan Jonathan van
Antwerpen. 2011. Rethinking
Secularism. New York: Oxford University Press.
Rufaidah,
Any, Edi Purwanto, dan L. Riansyah. 2008. Agama
dan Demokrasi. Malang: Averroes press.
Minggu, 03 November 2013
Implementasi Program Samsat Online Dalam Meningkatkan Pelayanan Publik Menuju Good Governance di Provinsi Bali
A. Pendahuluan
Masyarakat merupakan
suatu komponen penting dalam suatu negara, karena salah satu syarat agar suatu
negara dapat dibilang negara adalah dengan terdapatnya masyarakat didalamnya.
Suatu negara dapat dibilang maju apabila masyarakat didalamnya hidup dengan tentram
dan sejahtera. Oleh karena itu, untuk mewujudkan masyarakat yang demikian
diperlukan sistem pemerintahan yang dapat memberikan pelayanan publik yang baik
kepada masyarakatnya. Pelayanan publik kepada masyarakat merupakan salah satu
tugas dan fungsi penting pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-tugas
pemerintahannya untuk menuju pemerintahan yang baik (good governance). Pelayanan publik merupakan unsur yang penting
dalam penyelenggaraan pemerintahan karena menyangkut aspek kehidupan yang
sangat luas.
Pelayanan publik atau
pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik
dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi
tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan
di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.[1] Pemerintah
pada hakekatnya adalah pelayan masyarakat. Dalam kehidupan bernegara,
pemerintah mempunyai fungsi memberikan pelayanan publik yang diperlukan oleh
masyarakat terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek
kehidupan, dan dapat mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya dalam mencapai
tujuan bersama. Oleh karena itu, maka pemerintah berkewajiban dan bertanggung
jawab dalam memberikan pelayanan publik yang baik dan professional.
Negara adalah agen (agency) atau kewenangan (authority)
yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama
masyarakat.[2]
Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Undang-undang tentang
otonomi daerah telah memberikan kewenangan secara proporsional yang semakin
luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah untuk mengatur pembagian,
pemanfaatan sumber daya, serta kewenangan untuk menetapkan kebijakan yang
bersifat khusus maupun umum sesuai dengan prinsip-prinsip demokratisasi,
peningkatan peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan
potensi dan keanekaragaman yang dimiliki masing-masing daerah. Salah satu
indikiator terpenting dalam keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah adalah
dengan mengimplementasikan kebijakan pelayanan publik yang baik, transparan,
akuntabel, dan professional. Otonomi
daerah sendiri diatur berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004.
Perlu
kita ketahui sebelumnya, bahwa hampir di setiap wilayah indonesia kemacetan
terus terjadi. Kemacetan tidak hanya terjadi di Ibukota Jakarta saja, tetapi
hampir di setiap wilayah di Indonesia. Salah satu faktor penyebab terjadinya
kemacetan di beberapa tempat dikarenakan banyaknya penduduk Indonesia yang
menggunakan kendaraan-kendaraan pribadi, khususnya motor yang tak terhitung
jumlahnya. Semakin banyak pengguna kendaraan bermotor maka akan semakin banyak
pula wajib pajak yang harus membayar pajak atas kendaraan mereka. Seperti
halnya di Bali, dalam lima tahun terakhir, jumlah kendaraan bermotor di Bali
naik tajam hingga hampir dua kali lipat. Jika pada 2006 jumlah kendaraan di
Bali sebanyak 1,58 juta pada awal 2011 telah mencapai 2,35 juta unit.[3]
Akibatnya, pelayanan kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT)
terhadap wajib pajak juga semakin tinggi. Banyaknya masyarakat yang wajib pajak
membuat pelayanan samsat menjadi lama dan tidak optimal. Diperlukan suatu
inovasi baru untuk meningkatkan pelayanan dari samsat terhadap masyarakat wajib
pajak. Perkembangan teknologi informasi telah memberikan satu titik cerah
terhadap penyelesaian masalah tersebut. Sistem Informasi Manajemen (SIM) berbasis
online web services (eSAMSAT) atau
bisa disebut dengan SAMSAT online menjadi salah satu Solusi. Salah satu
pemerintah daerah yang telah menerapkan samsat online tersebut dan dianggap
telah berhasil menerapkannya adalah pemerintah Bali.
Samsat merupakan suatu
sistem administrasi yang dibentuk untuk memperlancar dan mempercepat pelayanan
kepentingan masyarakat yang kegiatannya diselenggarakan dalam satu gedung.
Kantor bersama SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) merupakan salah
satu tempat pelayanan publik yang menangani pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), pengesahan Surat Tanda Nomor
Kendaraan Bermotor (STNK) dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
(SWDKLLJ) yang akan selalu berubah menyesuaikan dengan kondisi perkembangan
masyarakat yang selalu menuntut adanya peningkatan pelayanan publik.
Samsat merupakan suatu
sistem kerjasama terpadu antara Polri, Dinas Pendapatan Provinsi, dan PT Jasa
Raharja (Persero). Dalam hal ini, Polri memiliki fungsi penerbitan STNK, Dinas
Pendapatan Provinsi menetapkan besarnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), sedangkan PT Jasa Raharja mengelola
Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ). Lokasi Kantor
Bersama Samsat umumnya berada di lingkungan Kantor Polri setempat, atau di
lingkungan Satlantas/Ditlantas Polda setempat. Samsat ada di masing-masing
provinsi, serta memiliki unit pelayanan di setiap kabupaten/kota.[4]
Samsat online atau
berjaringan ini adalah memudahkan warga masyarakat untuk membayar pajak
kendaraan bermotor, yakni dengan pelayanan ini warga masyarakat yang ingin
membayar pajak kendaraan cukup mendatangi kantor samsat terdekat. Terobosan
Gubernur pemprov Bali Made Mangku Pastika tentang kebijakan samsat online
bertujuan agar masyarakat lebih mudah untuk melakukan kewajiban mengurus perpanjangan/pengesahan
STNK, membayar pajak maupun SWDKLLJ di kantor samsat mana saja yang mereka
inginkan dengan mudah dan cepat. Penerapan samsat online ini juga bertujuan
untuk membatasi ruang gerak calo, mencegah kebocoran dan meningkatkan PAD.
Data yang diungkap
Dispenda Bali, sejak samsat sistem online diberlakukan per 31 Maret 2011,
terjadi peningkatan signifikan pungutan pajak dari kendaraan bermotor. Sebelum
samsat online diterapkan, hasil pungutan PKB (Pajak Kendaraan Bermotor)
mencapai Rp44,089 miliar, sementara BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor)
sekitar Rp46,700 miliar. Dua bulan setelah sistem online diberlakukan,
berdasarkan catatan bulan Mei 2011, hasil pungutan PKB mencapai Rp46,890
miliar, sementara pungutan BBNKB tembus angka Rp61,640 miliar. Jadi,
masing-masing item ada peningkatan sekitar Rp 2 miliar dan Rp 5 miliar. Secara
keseluruhan, hingga akhir tahun 2011 realisasi pemasukan dari PKB mencapai
Rp574,395 miliar, melampaui target yang ditetapkan sebesar Rp545,301 miliar.
Realisasi pungutan BBNKB tembus angka Rp714,860 miliar, melampaui target
sebesar Rp587,095 miliar. Pada 2012 ini, Pemprov Bali menetapkan target PKB
sebesar Rp616,361 miliar, BBNKB sebesar Rp753,867 miliar. Hingga pertengahan
Februari ini, PKB telah terealisasi sebesar 9,46 persen atau mencapai Rp60,526
miliar, sementara BBNKB terealisasi 11,27 persen atau sekitar Rp84,954 miliar
lebih.[5]
Samsat online merupakan inovasi untuk meningkatkan dan memaksimalkan pelayanan
publik yang berlandaskan atas Electronic
Government (E-Government) dalam mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance).
B. Permasalahan
Berdasarkan dari
pendahuluan yang telah dipaparkan di atas, penerapan samsat online khususnya di
Bali sangat menarik untuk dikaji. Keindahan wisata bali membuat banyaknya
masyarakat yang tertarik untuk datang dan menetap di Bali. Banyaknya masyarakat
di Bali juga secara otomatis berdampak pada kebutuhan berkendara setiap orang,
yang akhirnya membuat populasi kendaraan, khususnya motor di Bali menjadi
banyak. Semakin banyak pengguna kendaraan bermotor maka akan semakin banyak
pula wajib pajak yang harus membayar pajak atas kendaraan mereka. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan pelayanan pajak kendaraan yang terus meningkat, pemprov
bali menerapkan terobosan atau inovasi kebijakan samsat online.
Kebijakan
samsat online merupakan inovasi yang berlandaskan atas dasar Electronic Government (E-Government)
yang pada dasarnya merupakan penyederhanaan praktek pemerintah dengan
mempergunakan teknologi informasi dan komunikasi. Penerapan E-Government adalah untuk mencapai suatu
tata pemerintahan yang baik (good
governance). Gubernur Bali Made Mangku Pastika mulai mencoba untuk
mengimplementasikan e-government
sebagai usaha peningkatan pelayanan pada masyarakat. Langkah awal penerapan e-government secara bertahap dilakukan
melalui program absen sidik jari, Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) online,
samsat online, jaringan internet dan sebagainya.[6]
Dalam hal ini, fokus kajian adalah mengenai samsat online di Bali. Khususnya,
bagaimana implementasi kebijakan samsat online dalam meningkatkan pelayanan
publik terhadap masyarakat di Bali.
C. Pembahasan
C.1
Tinjauan Pustaka
Pengertian
pelayanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan sebagai kegiatan atau
usaha melayanai kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan
atau mengurus segala sesuatu yang dibutuhkan orang lain. Menurut Moenir, untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya manusia berusaha, baik melalui aktivitas sendiri
maupun secara tidak langsung melalui aktivitas orang lain. Aktivitas adalah
suatu proses penggunaan akal, pikiran, panca indera dan anggota badan dengan
atau tanpa alat bantu yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang
di inginkan baik dalam bentuk barang maupun jasa, proses pemenuhan kebutuhan
melalui aktivitas yang langsung inilah yang dinamakan pelayanan.[7]
Di
dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 / KEP/
M.PAN/7/2003, Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggaraan pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Penyelenggara pelayanan adalah instansi pemerintah dimana
penyelenggara pelayanan publik tersebut mempunyai tugas atau fungsi memberikan
pelayanan kepada masyarakat atau pihak yang membutuhkan jasa pelayanan.
Pelayanan publik juga diartikan sebagai segala bentuk kegiat pelayanan umum
yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di
lingkungan BUMN / Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.[8]
Asas-asas
pelayanan publik yang baik adalah :
a.
Transparansi bersifat terbuka, mudah dan
dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai
serta mudah dimengerti.
b.
Akuntabilitas dapat dipertanggung
jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
c.
Kondisional sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip
efisiensi dan efektifitas.
d.
Partisipatif mendorong peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan
aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
e.
Kesamaan hak tidak diskriminatif dalam
arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.
f.
Keseimbangan hak dan kewajiban Pemberi
dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing
pihak.
Prinsip-prinsip Pelayanan Publik.
Prinsip-prinsip
dalam penyelenggaraan Pelayanan publik antara lain:
a.
Kesederhanaan Prosedur pelayanan publik
tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
b.
Kejelasan. Artinya dalam pelayanan
publik harus jelas mengenai persyaratan teknis dan administrasi pelayanan
publiknya, Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan /sengketa dalam
pelaksanaan pelayanan publik serta kejelasan dalam hal rincian biaya pelayanan
publik dantata cara pembayarannya.
c.
Kepastian Waktu Pelaksanaan pelayanan
publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
d.
Akurasi Produk pelayanan publik diterima
dengan benar, tepat, dan sah.
e.
Keamanan Proses dan produk pelayanan
publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
f.
Tanggung Jawab Pimpinan penyelenggara
pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas
penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan dalam pelaksanaan
pelayanan publik.
g.
Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya
yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan
informatika (telematika).
h.
Kemudahan Akses Tempat dan lokasi serta
sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat
memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
i.
Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta
memberikan pelayanan dengan ikhlas.
j.
Kenyamanan Lingkungan pelayanan harus
tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan
yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan,
seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
Pengaturan pajak juga
merupakan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah. Pajak Kendaraan
Bermotor adalah pajak yang dipungut oleh daerah atas kepemilikan dan/atau
penguasaan kendaraan bermotor sedangkan yang dimaksud dengan kendaraan bermotor
adalah semua kendaraan beroda 2 atau lebih beserta gandengan nya yang disemua
jenis jalan-jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau
peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi
tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan termasuk
alat-alat berat dan alat-alat besar lainnya yang bergerak.[9]
Pajak kendaraan ini diatur oleh samsat yang ada di setiap daerah. Bentuk
pelayanan publik yang baik dengan memanfaatkan kemajuan teknologi diantaranya
adalah penerapan samsat online di Bali yang merupakan layanan Pengesahan STNK,
Pembayaran PKB dan SWDKLLJ pada Kantor Bersama SAMSAT dengan menggunakan sistem
jaringan interkoneksi dan memungkinkan Wajib Pajak melakukan transaksi tanpa
terikat pada domisili atau wilayah.
Samsat online
diterapkan di Bali pada 31 Maret 2011. Data yang diungkap Dispenda Bali, sejak
samsat sistem online diberlakukan per 31 Maret 2011, terjadi peningkatan
signifikan pungutan pajak dari kendaraan bermotor. Sebelum samsat online
diterapkan, hasil pungutan PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) mencapai Rp44,089
miliar, sementara BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) sekitar Rp46,700
miliar. Dua bulan setelah sistem online diberlakukan, berdasarkan catatan bulan
Mei 2011, hasil pungutan PKB mencapai Rp46,890 miliar, sementara pungutan BBNKB
tembus angka Rp61,640 miliar. Jadi, masing-masing item ada peningkatan sekitar
Rp 2 miliar dan Rp 5 miliar. Secara keseluruhan, hingga akhir tahun 2011
realisasi pemasukan dari PKB mencapai Rp574,395 miliar, melampaui target yang
ditetapkan sebesar Rp545,301 miliar. Realisasi pungutan BBNKB tembus angka
Rp714,860 miliar, melampaui target sebesar Rp587,095 miliar. Pada 2012 ini,
Pemprov Bali menetapkan target PKB sebesar Rp616,361 miliar, BBNKB sebesar
Rp753,867 miliar. Hingga pertengahan Februari ini, PKB telah terealisasi
sebesar 9,46 persen atau mencapai Rp60,526 miliar, sementara BBNKB terealisasi
11,27 persen atau sekitar Rp84,954 miliar lebih.[10]
Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa penerapan samsat online di Bali dapat
dibilang cukup baik karena dapat meningkatkan pendapatan daerah khususnya
melalui pungutan pajak dari kendaraan bermotor.
C.2
Pendekatan Teoritik
Miftah Thoha
berpendapat bahwa good governance
sebagai tata pemerintahan yang terbuka, bersih, beriwaba, transparan, dan
bertanggung jawab.[11]
Selanjutnya menurut pendapat Bank Dunia dalam laporannya mengenai ‘Good Governance and Development’ tahun
1992, mengatakan bahwa ‘good governance’ sebagai
pelayanan publik yang efisien, sistem pengadilan yang dapat diandalkan,
pemerintahan yang bertanggung jawab (accountable)
pada publiknya.[12]
Oleh karena itu, maka Good governance
secara sekilas dapat diartikan sebagai pemerintahan yang baik, atau juga dapat
dikaitkan dengan tuntutan akan pengelolaan pemerintah yang professional,
akuntabel, dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Berdasarkan
pendapat dari Bank dunia mengenai good governance dapat dikatakan bahwa suatu
negara atau daerah yang melakukan pelayanan publik yang baik berarti sedang
menuju kea arah good governance atau
pemerintahan yang baik.
Berdasarkan
Undang-undang nomor 32 Tahun 2004, pemerintahan daerah adalah penyelenggara
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara kesatuan Republik indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945.[13]
Ditinjau dari isi wewenang, pemerintahan daerah otonom menyelenggarakan dua
aspek otonom. Pertama, otonomi penuh, yaitu semua urusan dan fungsi
pemerintahan yang menyangkut isi substansi ataupun tata cara penyelenggaraan
(otonomi). Kedua, otonomi tidak penuh, yaitu daerah hanya menguasai tata cara
penyelenggaraan, tetapi tidak menguasai isi pemerintahannya. Urusan ini sering
disebut dengan tugas pembantuan (medebewind
atau dalam ungkapan lama disebut zelfbestuur).[14]
Dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah pasal 1
angka 3 dijelaskan bahwa pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau
walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Dengan adanya otonomi daerah, diharapkan terciptanya good governance pada setiap daerah. Salah satu instrumen untuk
mewujudkan pemerintahan yang baik (good
governance) adalah melalui penerapan
E-Government. Sepertinya hal ini pula yang menjadi landasan gubernur bali
Made Mangku pastika menerapkan samsat online di Bali. Dengan adanya otonomi
daerah sebagai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya dan untuk
menciptakan pemerintahan yang baik, maka samsat online merupakan salah satu
bentuk program yang berlandaskan atas e-government
untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good
governance).
E-government
(samsat online di Bali)
Electronic
Government (E-Government) pada dasarnya merupakan
penyederhanaan praktek pemerintahan dengan mempergunakan teknologi informasi
dan komunikasi. E-Government seakan
menjadi jawaban pada era globalisasi untuk mewujudkan pelayanan pemerintahan
yang lebih baik, akuntabel dan transparan. Penerapan e-government adalah untuk mencapai suatu tata pemerintahan yang
baik (good governance). Sesuai konsep dasar terdapat dua pengertian
dasar dalam e-government. Pertama,
bagaimana pemerintah menjalankan fungsinya ke luar baik itu masyarakat maupun
kepada pelaku bisnis. Hal yang lebih
penting pemerintah menawarkan pelayanan yang lebih sederhana dan mudah kepada
pihak yang terkait. Kedua, kegiatan internal pemerintahan dilakukan oleh
pegawai pemerintah seperti electronic
procurement, manajemen dokumen berbasiskan web, formulir elektronik dan
hal-hal lain yang dapat disederhanakan dengan penggunaan internet[15].
Manfaat e-gov
diantaranya adalah menurunkan biaya administrasi, meningkatkan kemampuan
response terhadap berbagai permintaan dan pertanyaan tentang pelayanan publik
baik dari sisi kecepatan maupun akurasi, dapat menyediakan akses pelayanan
untuk semua departemen atau LPND pada semua tingkatan, memberikan asistensi
kepada ekonomi lokal maupun secara nasional, sebagai sarana untuk menyalurkan
umpan balik secara bebas, tanpa perlu rasa takut.[16]
E-gov juga membuat service pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Informasi dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu tanpa harus
menunggu dibukanya kantor. Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, tanpa
harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan. Meningkatkan hubungan antara
pemerintah, pelaku bisnis dan masyarakat umum, serta untuk menciptakan sistem
pemerintahan yang transparan.
Kebijakan Samsat online
yang ditepkan pemprov bali merupakan upaya untuk memberikan pelayanan yang berkualitas,
cepat, mudah, terjangkau dan terukur kepada masyarakat. Untuk meningkatkan
pelayanan publik terhadap masyarakat khususnya dalam hal pelayanan pajak
kendaraan. Tingkat kecepatan membayar pajak melalui samsat online jauh lebih
tinggi dibandingkan sistem manual. Tingkat kecepatan pelayanan sistem online
sekarang cukup 10-15 menit, asalkan persyaratan di tingkat wajib pajak sudah
lengkap.
Pemerintah provinsi
Bali dalam melaksanakan samsat online tidak mengeluarkan biaya sepeserpun
karena dibantu oleh BPD. Semua biaya dikeluarkan BPD yang ditunjuk Gubernur
untuk samsat online. Saat ini untuk penggantian plat atau STNK belum bisa
dilakukan secara berjaringan, bagi yang ingin mengganti plat atau STNK masih
harus tetap mendatangi samsat di lokasi kendaraan tersebut terdaftar, karena
memerlukan cek fisik.[17]
C.3
Laporan Hasil Diskusi KKL
Kuliah Kerja Lapangan
(KKL) jurusan Ilmu Politik angkatan 2010, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Jenderal Soedirman dilaksanakan pada tanggal 19-24 Mei
2013. KKL ini bertemakan “E-Government
too Good Governance” dengan dua tujuan lokasi, yakni Pemerintah Kota
Surabaya dan Pemerintah Provinsi Bali. Dua daerah ini merupakan daerah yang
telah menerapkan e-governance di
dalam sistem pemerintahannya. Namun, pada tulisan ini, saya hanya akan
menjelaskan KKL yang berlangsung di Bali.
Pada hari selasa,
tanggal 21 Mei 2013 bertempat di Wisma Sabha Utama kantor Gubernur Bali
diadakan diskusi antara Pemerintah Provinsi Bali dan mahasiswa Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) Jurusan Ilmu Politik angkatan 2010, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Jenderal Soedirman. Sesuai dengan tema KKL e-government too good governance, maka
diskusi yang dilakukan diawali dengan pembahasan mengenai Undang-undang Nomor
32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang dianggap baik untuk menuju suatu
negara yang demokratis. Otonomi daerah mewajibkan pemerintah daerah untuk
mengatur daerahnya agar menjadi lebih baik. Oleh karena itu, maka langkah yang
diambil pemerintah provinsi bali untuk menerapkan dan mengoptimalkan pelayanan
terhadap masyarakat yang baik diterapkan e-government.
Program e-government yang diterapkan di
pemerintah provinsi Bali bertujuan untuk meningkatkan pelayanan pada
masyarakat, mendekatkan pemerintah dengan masyarakat, mempermudah masyarakat
dalam memperoleh informasi melalui akses internet, dan mengarahkan menuju
akuntabilitas pemerintah melalui saluran pengaduan sms gateway ataupun program sinekrame yang berarti silaturahmi atau
sosialisasi gubernur Bali Made Mangku Pastika. Langkah Langkah awal penerapan e-government secara bertahap dilakukan
melalui program absen sidik jari, Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) online,
samsat online, jaringan internet dan sebagainya.
Implementasi e-governance bagi pelayanan masyarakat
dilakukan pemerintah provinsi Bali melalui program samsat online. Selain
sebagai upaya mempercepat pelayanan bagi pembayar pajak kendaraan bermotor,
pemberlakuan samsat online juga diharapkan dapat menekan kebocoran penyelewengan
serta menekan adanya calo-calo samsat. Samsat online di Bali memudahkan
pelayanan terhadap masyarakat, para menduduk bali yang ingin membayar pajak
kendaraan bermotor dapat dilakukan di samsat mana saja yang ada di seluruh Bali
asal kendaraan tersebut memiliki nomor polisi DK atau nomor polisi Bali.
Seperti yang dikatakan oleh salah satu anggota pemprov Bali yang ada saat
diskusi, bahwa dengan adanya samsat online, maka kendaraan yang bernomor polisi
berada di daerah A tetapi pemilik kendaraan tinggal di kota B. Maka, pemilik
motor yang ingin membayar pajak motor tidak perlu jauh-jauh datang ke samsat di
daerah A tetapi bisa di Samsat yang terdekat di daerah B.[18]
C.4
Analisis Hasil
Berdasarkan
hasil diskusi KKL di Bali, maka penulis mencoba menganalisis permasalahan
mengenai pelayanan masyarakat samsat online. Pelayanan publik yang baik
merupakan cermin dari suatu pemerintahan yang baik. Samsat online diterapkan di Bali pada 31 Maret 2011 dengan tujuan
memudahkan dan mempercepat pelayanan bagi pembayar wajib pajak kendaaraan
bermotor. Samsat online juga diharapkan dapat menekan kebocoran penyelewengan
serta menekan adanya calo-calo samsat. Meskipun implementasi program samsat
online di Bali sudah berjalan dengan baik, tetapi masih ada kekurangan dan
hambatan yang diperoleh. Keterbatasan infrastruktur menjadi salah satu
kekurangan dan hambatan dari implementasi samsat online. Saat ini untuk
penggantian plat atau STNK belum bisa dilakukan secara berjaringan, bagi yang
ingin mengganti plat atau STNK masih harus tetap mendatangi samsat di lokasi
kendaraan tersebut terdaftar, karena memerlukan cek fisik. Hambatan lainnya
adalah masih adanya masyarakat yang gaptek (gagap teknologi) yang tidak tahu
bagaimana cara mengakses informasi melalui jaringan online. Oleh sebab itu,
gubernur Bali Made Mangku Pastika giat melakukan sinekrame atau silaturahmi dan sosialisasi yang dilakukan gubernur
terhadap masyarakat Bali.
Pada intinya kebijakan
samsat online yang berdasarkan e-government
ini merupakan peningkatan pelayanan publik untuk merealisasikan terwujudnya good governance. Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi
setiap pemerintah daerah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai
tujuan serta cita-cita berbangsa dan bernegara. Dalam rangka itu, diperlukan
pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan
legitimate sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berdaya
guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, serta bebas dari korupsi,
kolusi dan Nepotisme.
Prinsip-prinsip good governance pada dasarnya mengandung
nilai yang bersifat objektif dan universal yang menjadi acuan dalam menentukan
tolak ukur atau indikator dan ciri-ciri/karakteristik penyelenggaraan
pemeerintahan negara yang baik. Prinsip-prinsip good governance dalam praktik penyelenggaraan negara dituangkan
dalam tujuah asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih
dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.[19]
Tujuh asas umum penyelenggaraan negara yang tercantum dalam Undang-undang Nomor
28 tahun 1999 diantaranya, asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan
negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas
profesionalitas, dan asas akuntabilitas.
D. Kesimpulan
Samsat merupakan suatu
sistem administrasi yang dibentuk untuk memperlancar dan mempercepat pelayanan
kepentingan masyarakat yang kegiatannya diselenggarakan dalam satu gedung.
Kantor bersama SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) merupakan salah
satu tempat pelayanan publik yang menangani pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), pengesahan Surat Tanda Nomor
Kendaraan Bermotor (STNK) dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
(SWDKLLJ) yang akan selalu berubah menyesuaikan dengan kondisi perkembangan
masyarakat yang selalu menuntut adanya peningkatan pelayanan publik. Samsat
online bisa diartikan sebagai sebuah bentuk atau model sistem yang berlandaskan
pada kekuatan teknologi digital atau computer yang berbasiskan teknologi
informasi publik web service. Samsat
online memanfaatkan kemajuan teknologi untuk mempercepat dan memudahkan
pelayanan terhadap masyarakat.
Samsat online merupakan
hal yang dibutuhkan oleh masyarakat wajib pajak disaat carut marutnya pelayanan
publik yang diberikan oleh instansi pemerintahan. Penerapan samsat online di
Bali memberikan manfaat dan kemudahan kepada masyarakat dan pemerintah daerah
dalam pembayaran pajak kendaraan bermotor yang tidak terikat domisisli dan
tempat tinggal. Meskipun masih terdapat kekurangan dan kendala dalam
implementasi pelayanan samsat online, tetapi pada dasarnya layanan samsat
online di Bali telah berjalan cukup baik. Hal ini dapat dilihat pada peningkatan
pajak kendaraan bermotor yang diterima.
Data yang diungkap
Dispenda Bali, sejak samsat sistem online diberlakukan per 31 Maret 2011,
terjadi peningkatan signifikan pungutan pajak dari kendaraan bermotor. Sebelum
samsat online diterapkan, hasil pungutan PKB (Pajak Kendaraan Bermotor)
mencapai Rp44,089 miliar, sementara BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor)
sekitar Rp46,700 miliar. Dua bulan setelah sistem online diberlakukan,
berdasarkan catatan bulan Mei 2011, hasil pungutan PKB mencapai Rp46,890 miliar,
sementara pungutan BBNKB tembus angka Rp61,640 miliar. Jadi, masing-masing item
ada peningkatan sekitar Rp 2 miliar dan Rp 5 miliar. Secara keseluruhan, hingga
akhir tahun 2011 realisasi pemasukan dari PKB mencapai Rp574,395 miliar,
melampaui target yang ditetapkan sebesar Rp545,301 miliar. Realisasi pungutan
BBNKB tembus angka Rp714,860 miliar, melampaui target sebesar Rp587,095 miliar.
Dalam pelaksanaan
layanan samsat online ini peranan masyarakat atau wajib pajak sangat penting.
Hal ini dikarenakan wajib pajak merupakan kunci dimana samsat online tersebut
dapat berjalan dengan baik. Tetapi pada kenyataannya perilaku dan budaya yang
sering terjadi adalah dalam hal ini para calo masih berperan dalam hal seperti
ini. Agar pelaksanaan program samsat online ini dapat lebih meningkat dan
optimal, maka memang diperlukan kerjasama dari berbagai pihak, baik pemerintah
maupun masyarakat. Pemerintah harus lebih giat lagi melakukan sosialisasi
terhadap masyarakat agar masyarakat semua tahu mengenai samsat online dan tidak
gaptek (gagap teknologi). Sosialisasi peningkatan perangkat-perangkat
infrastruktur untuk kebutuhan e-government
harus lebih ditingkatkan. Selain itu, masyarakat juga harus ikut berpartisipasi
dan menanggapi dengan positif program samsat online ini dengan rutin membayar
pajak kendaraaan bermotor mereka, dan tidak melalui calo.
REFERENSI
Budiardjo,
Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Joko,
widodo. 2001. Good Governance Telaah Dari Dimensi:
Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otoda.
Surabaya : Insan Cedikia
Moenir
H.A.S. 1992. Manajemen Pelayanan Umum di
Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Miftah,
Thoha. 2008. Birokrasi Pemerintahan
Indonesia di Era Reformasi. Jakarta: Kencana Prenada Madia Group
Nomensen,
Sinamo. 2010. Hukum Administrasi Negara
Suatu Kajian Keritis Tentang Birokrasi Negara. Jakarta: Jala Permata
Aksara.
Rosidin,
Utang. 2010. Otonomi Daerah dan
Desentralisasi. Bandung: Pustaka Setia
Skripsi
Affandi, Ahmad. 2008. Efektifitas Pelayanan Publik oleh Kantor
Bersama SAMSAT Mojokerto Melalui Samsat Link. Malang : Universitas
Brawijaya, Fakultas Hukum
http://www.bisnisbali.com/2011/05/20/news/otomotif/d.html.
Diakses pada tanggal 28 juni 2013, pukul 20.50 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_publik.
Diakses pada tanggal 28 juni 2013, pukul 20.35 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_administrasi_manunggal_satu_atap.
Diakses pada tanggal 28 juni 2013, pukul 20.50 WIB
http://keuanganinvestasi.blogspot.com/2012/02/terobosan-pemprov-bali-dengan-samsat.html.
Diakses pada tanggal 28 juni 2013, pukul 21.00 WIB
http://metrobali.com/2012/06/13/penerapan-e-government-di-bali-masih-berstatus-pilot-project/.
Diakses pada tanggal 28 juni 2013, pukul 21.00 WIB
http://jokowaluyomagetan.blogspot.com/2011/07/menuju-good-governance-melalui-e-gov.html.
Diakses pada tanggal 28 juni 2013, pukul 21.00 WIB
[1]
http://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_publik. Diakses pada tanggal 28 juni
2013, pukul 20.35 WIB
[2]
Roger H Soltau. Dalam Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik, hlm. 48
[3]
http://www.bisnisbali.com/2011/05/20/news/otomotif/d.html. Diakses pada tanggal
28 juni 2013, pukul 20.50 WIB
[4]
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_administrasi_manunggal_satu_atap. Diakses
pada tanggal 28 juni 2013, pukul 20.50 WIB
[5]
http://keuanganinvestasi.blogspot.com/2012/02/terobosan-pemprov-bali-dengan-samsat.html.
Diakses pada tanggal 28 juni 2013, pukul 21.00 WIB
[6]
Muliarta, I Nengah. “Penerapan E-Goverment di Bali masih Berstatus Pilot
Project”. metrobali.com. http://metrobali.com/2012/06/13/penerapan-e-government-di-bali-masih-berstatus-pilot-project/.
Diakses pada tanggal 28 juni 2013, pukul 21.00 WIB
[7]
Moenir H.A.S, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta,
1992, hlm.16
[8]
Joko widodo, 2001, Good Governance telaah dari dimensi: Akuntabilitas dan
kontrol Birokrasi pada era Desentralisasi dan Otoda, Surabaya : Insan cedikia,
hlm 269
[9]
Dinas Pendapatan Propinsi Jawa Timur ; Buku Saku Pemungutan PKB dan BBN-KB
Penerbit Dinas Pendapatan Propinsi Jawa Timur 2006 hlm 7. Dalam Affandi, Ahmad.
2008. Efektifitas Pelayanan Publik oleh
Kantor Bersama SAMSAT Mojokerto Melalui Samsat Link. Malang : Universitas
Brawijaya, Fakultas Hukum
[10]
http://keuanganinvestasi.blogspot.com/2012/02/terobosan-pemprov-bali-dengan-samsat.html.
Diakses pada tanggal 28 juni 2013, pukul 21.00 WIB
[11]
Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintahan Indonesia di Era Reformasi, Kencana
Prenada Madia Group, Jakarta, 2008, Hlm. 1-2
[12]
Nomensen Sinamo, Hukum Administrasi Negara Suatu Kajian Keritis Tentang
Birokrasoi Negara, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2010, Hlm. 141
[13]
Undang-undang Nomor 32 tentang pemerintahan daerah pasal 1 angka 2.
[14]
Rosidin, Utang. 2010. Otonomi Daerah dan
Desentralisasi. Bandung: Pustaka Setia.
[15]
Muliarta, I Nengah. “Penerapan E-Goverment di Bali masih Berstatus Pilot
Project”. metrobali.com.
http://metrobali.com/2012/06/13/penerapan-e-government-di-bali-masih-berstatus-pilot-project/.
Diakses pada tanggal 28 juni 2013, pukul 21.00 WIB
[16]
http://jokowaluyomagetan.blogspot.com/2011/07/menuju-good-governance-melalui-e-gov.html.
Diakses pada tanggal 28 juni 2013, pukul 21.00 WIB
[17]
http://www.bisnisbali.com/2011/05/20/news/otomotif/d.html. Diakses pada tanggal
28 juni 2013, pukul 21.50 WIB
[18]
Dikutip dalam diskusi di Wisma Sabha Utama kantor Gubernur Bali, pada tanggal
21 Mei 2013 bersama pejabat pemeritnah Bali.
[19]
Rosidin, Utang. Otonomi daeran dan Desentralisasi. 2010. Hal 183